27 April 2008

Mas, ikut PKB yang mana ?

Waduuuh.., pagi pagi sudah mendapat pertanyaan diatas, dari Pak Dhe Wage – teman baik di kantor yang udah pensiun 4 tahun silam, tapi sekarang ikut bantu bantu di koperasi karyawan – saat ketemu di kantor sekitar jam 10-an tadi. Ndak aneh sih, sebab sekitar tahun 1999, Pak Dhe Wage sempat menjadi “musuh” politikku saat terjadi rivalitas yang sangat “panas” antara Bu Megawati dan Gus Dur dalam pemilihan Presiden oleh anggota MPR (dan akhirnya, Alhamdulillah, Gus Dur-lah yang jadi Presiden RI ke-4. Dan kemudian Bu Mega yang ke-5, hehehe….).

Pertanyaan yang diajukan Pak Dhe bisa jadi karena minggu ini dua kubu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) – yang kembali bertikai – sedang ancang-ancang mengadakan Musyawarah Luar Biasa (MLB) untuk membentuk kepengurusan baru, menghadapi pemilu 2009. Kubu Gus Dur (dimotori Yeny Wahid, yang saat ini jadi Sekjen PKB) akan mengadakan MLB di Parung (Bogor) minggu depan, sedang PKB yang dimotori Cak Imin (Muhaimin Iskandar, Ketua Umum yang dilengserkan Gus Dur) diadakan seminggu kemudian di Jakarta.

Dan bagiku, saat ini sangat sulit untuk menjawab pertanyaan Pak Dhe Wage. Tapi, sambil bercanda aku menjawab, “Aku akan ikut PKB yang sah menjadi kontestan Pemilu 2009 nanti, Pak Dhe.”

Jawaban yang mungkin bisa benar, atau juga malah salah, kalau aku nanti memutuskan “absen” dulu dari hingar bingar pemilu 2009. Aku bertekad tidak akan berpaling dari PKB, apalagi sampai berkeinginan keluar sebagai warga Nahdliyin. “Tapi kalo PKB tidak ikut pemilu, aku tetap jadi orang NU (Nahdlatul Ulama) lho, Pak Dhe,” jawabku lagi. Lha memang awalnya dari dulu juga gitu, aku milih PKB karena secara turun temurun aku sudah jadi orang Nahdlatul Ulama, dan kebetulan pula partai ini dilahirkan oleh NU.

Nah, menyikapi ribut-ribut (melulu) di PKB, aku koq optimis akan berakhir dengan happy ending. Mengutip pernyataan KH. Muchit Muzadi – Deklarator PKB – menanggapi permasalahan yang ada di PKB dalam satu kesempatan acara di Sidoarjo sabtu (26/04/2008) kemarin, “Dalam kultur Nahdlatul Ulama, biasanya setelah gegeran (berkonflik) pasti ada ger-geran (tertawa bersama). Saya harap begitu juga yang ada dalam konflik PKB ini.”

Ya, seperti kata Kyai Muchit, memang harusnya seperti itu budaya orang NU, gegeran akan menjadi awal dari sebuah ger-geran. Setidaknya seperti itulah yang aku pahami selama ini !