20 Mei 2009

H.R. Rasuna Said, Bukan Sekedar Nama Jalan

Kalau aku membuat judul seperti diatas, tentu bukan bermaksud “mengecilkan” perjuangan Ibu Rasuna Said, pahlawan nasional – berdasarkan SK Presiden tahun 1974 – yang telah mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan Indonesia, melalui bidang pendidikan dan politik nasional. Apalagi hari ini, tanggal 20 Mei adalah hari Kebangkitan Nasional bangsa Indonesia (yang dulu jaman aku sekolah selalu diperingati dengan upacara bendera, tetapi sekarang koq nggak pernah ya?).

Yang aku soroti adalah realitas yang ada – terutama bagi mereka yang tinggal di Jabodetabek – bahwa ketika nama “Rasuna Said” disebut, pasti yang muncul di benak kita adalah sebuah daerah (nama jalan) di wilayah Kuningan, Jakarta Selatan. Bisa jadi tak lebih dari hitungan jari tangan yang (langsung) membayangkan wajah perempuan kelahiran Maninjau, Kabupaten Agam (Sumatera Barat), 15 September 1910, yang bernama lengkap Hajjah Rangkayo Rasuna Said. 

Memang, Ibu Rasuna Said yang sampai akhir hayatnya (tahun 1965) menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) – sebelumnya, karir politiknya adalah wakil Sumatera Barat dalam Dewan Perwakilan Sumatera, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS), Dewan Pertimbangan Agung (DPA) sejak 1959 – dalam pelajaran sejarah Indonesia kurang dibahas secara luas seperti halnya R.A. Kartini, Dewi Sartika ataupun Cut Meutia. Tetapi, kadar perjuangan beliau tentu bisa disejajarkan dengan pahlawan nasional lainnya.

Salah satu tekad H.R. Rasuna Said bahwa perjuangan kaum perempuan bukan hanya di bidang pendidikan semata – tetapi juga lewat jalur politik – ditunjukkan sejak kecil. Dimulai dari keberaniannya menjadi satu-satunya santri perempuan di Pesantren Ar-Rasyidiyah. Kemudian, demi kemajuan dan pendidikan kaum perempuan, Rasuna Said rela berhenti bekerja sebagai guru di Diniyah School Putri, untuk lebih berkonsentrasi di bidang politik.

Maka mulailah karir politiknya. Menduduki posisi sekretaris cabang Syarekat Rakyat, menjadi anggota Persatuan Muslim Indonesia (PERMI). Dan karena kemampuannya berorasi, Rasuna Said ditangkap dan dipenjara di Semarang (1932) oleh pemerintah Belanda. Keluar penjara, melanjutkan pendidikan di Islamic College, dan kemudian terjun ke dunia jurnalistik sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Raya. Saat pindah ke Medan, beliau mendirikan sekolah khusus perempuan “Perguruan Putri” sekaligus menerbitkan majalah “Menara Putri” yang membahas kesetaraan gender.

Begitulah, sangat berliku dan panjang perjuangan H.R. Rasuna Said untuk kemajuan masyarakat bangsa ini, khususnya kaum perempuan. Jadi, sangatlah memilukan kalau nama “H.R. Rasuna Said” hanya kita kenal sebagai nama jalan, tanpa pernah (mau) tahu sejarah perjuangan salah satu Srikandi Indonesia ini. Setuju?


** sumber data & foto: majalah boulevard

AddThis Feed Button