05 Oktober 2013

Menelusuri Sejarah Candi Singosari di Malang

Tidak banyak sisa-sisa Kerajaan Singosari yang pernah berkuasa abad 13 di Jawa Timur. Hanya ada sebuah candi yang belum selesai dibangun dan dua patung raksasa yang berdiri menjaga di depan istana sebagai jejak yang tersisa dari salah satu kerajaan besar di Nusantara ini.

Candi Singosari disebut masyarakat setempat sebagai Candi Cungkup, awalnya sempat dinamakan juga candi Renggo, Candi Menara, dan Candi Cella. Untuk sebutan yang terakhir karena candi ini memiliki celah sebanyak 4 buah di bagian tubuh candi. Hingga kini nama yang lebih dikenal adalah Candi Singosari karena letaknya di Singosari.


Banyak yang menganggap bahwa Candi Singosari adalah makam Raja Kertanegara sebagai raja terakhir Singosari. Akan tetapi pendapat ini diragukan banyak ahli, lebih dimungkinkan Candi Singosari merupakan tempat pemujaan Dewa Siwa karena sistem mandala yang berkonsep candi Hindu dan sekaligus sebagai media pengubah dari  air biasa menjadi air suci (amerta).


Candi Singosari awalnya disebut dalam sebuah laporan kepurbakalaan tahun 1803 oleh Nicolaus Engelhard, seorang Gubernur Pantai Timur Laut Jawa. Ia melaporkan tentang reruntuhan candi di daerah dataran tandus di Malang. Tahun 1901 Komisi Arkeologi Belanda melakukan pennelitian ulang dan penggalian. Berikutnya 1934 Departemen Survey Arkeologi Hindia Belanda Timur merestorasi bangunan ini hingga selesainya tahun 1937. Anda dapat melihat goresan tanda penyelesaian pemugaran ini pada batu kaki candi di sudut barat daya. Saat ini banyak arca-arca dari reruntuhan Candi Singosari disimpan di Museum Leiden Belanda.

Ada informasi yang mencukupi dapat diketahui tentang Singosari dari teks Jawa kuno abad ke-14 yaitu “Pararaton” atau kitab raja. Candi Singosari yang dibangun tahun 1304 ini umumnya dihiasi dari bawah hingga atasnya. Bila Anda perhatikan hiasan tersebut tidak seluruhnya terselesaikan sehingga ada dugaan candi ini dalam proses pembangunan yang belum selesai kemudian ditinggalkan. Dimungkinkan akibat adanya peperangan yaitu serangan Kerajaan Gelang-Gelang pimpinan Jayakatwang tahun 1292 hingga menghancurkan Kerajaan Singosari, sering disebut juga masa kehancuran Singosari atau pralaya.

Kerajaan Singosari didirikan tahun 1222 oleh seorang rakyat biasa bernama Ken Arok, yang berhasil menikahi putri cantik Ken Dedes dari Janggala setelah membunuh suaminya. Ken Arok kemudian menyerang Kediri dan berhasil menyatukan dua wilayah terbelah yang pernah dipisahkan oleh Raja Airlangga tahun 1049 sebagai warisan untuk kedua putranya.

Singosari kemudian berhasil mengembangkan pertanian yang subur di sepanjang aliran sungai Brantas, serta perdagangan laut yang menguntungkan di sepanjang Laut Jawa. Pada 1275 dan 1291 Raja Singosari yaitu Kertanegara menyerang kerajaan maritim Sriwijaya di Sumatera Selatan dan kemudian mengontrol perdagangan laut di laut Jawa dan Sumatera.

Dalam masa kejayaannya, Singosari begitu kuat, bahkan Kaisar Mongol Kubilai Khan yang perkasa menganggap penting mengirim armada dan utusan khusus ke kerajaan Singosari untuk menuntut Raja Kertanegara secara pribadi  untuk memberikan loyalitas kepada Mongol. Sebagai jawabannya, ternyata Raja Kertanegara memotong telinga salah satu utusan tersebut sebagai pesan kepada Kubilai Khan bahwa Singosari tidak akan tunduk.

Kemudian Kertanegara dibunuh oleh salah seorang raja bawahannya yaitu Jayakatwang tahun 1293. Ketika armada perang dikirim oleh Kubilai Khan tiba di Jawa, mereka tidak mengetahui bahwa rupanya Raja Kertanegara sudah tiada. Menantu Kertanegara, Raden Wijaya, berhasil membujuk armada Kublai Khan untuk membunuh Jayakatwang, tetapi kemudian justru berbalik mengusir armada Mongol dari Jawa.

Raden Wijaya selanjutnya mendirikan kerajaan Majapahit tahun 1294 di utara Singosari yaitu di Porong. Maka berlangsunglah sebuah masa keemasan bagi sebuah kerajaan bernama Majapahit yang kekuasaannya mencakup Indonesia saat ini dan bahkan hingga ke Malaysia dan Thailand.

***