Tidak banyak sisa-sisa Kerajaan Singosari
yang pernah berkuasa abad 13 di Jawa Timur. Hanya ada sebuah candi yang belum
selesai dibangun dan dua patung raksasa yang berdiri menjaga di depan istana
sebagai jejak yang tersisa dari salah satu kerajaan besar di Nusantara ini.
Candi Singosari disebut masyarakat setempat
sebagai Candi Cungkup, awalnya sempat dinamakan juga candi Renggo, Candi
Menara, dan Candi Cella. Untuk sebutan yang terakhir karena candi ini memiliki
celah sebanyak 4 buah di bagian tubuh candi. Hingga kini nama yang lebih
dikenal adalah Candi Singosari karena letaknya di Singosari.
Banyak yang menganggap bahwa Candi Singosari
adalah makam Raja Kertanegara sebagai raja terakhir Singosari. Akan tetapi
pendapat ini diragukan banyak ahli, lebih dimungkinkan Candi Singosari
merupakan tempat pemujaan Dewa Siwa karena sistem mandala yang berkonsep candi
Hindu dan sekaligus sebagai media pengubah dari
air biasa menjadi air suci (amerta).
Candi Singosari awalnya disebut dalam sebuah
laporan kepurbakalaan tahun 1803 oleh Nicolaus Engelhard, seorang Gubernur
Pantai Timur Laut Jawa. Ia melaporkan tentang reruntuhan candi di daerah
dataran tandus di Malang. Tahun 1901 Komisi Arkeologi Belanda melakukan
pennelitian ulang dan penggalian. Berikutnya 1934 Departemen Survey Arkeologi
Hindia Belanda Timur merestorasi bangunan ini hingga selesainya tahun 1937.
Anda dapat melihat goresan tanda penyelesaian pemugaran ini pada batu kaki candi
di sudut barat daya. Saat ini banyak arca-arca dari reruntuhan Candi Singosari
disimpan di Museum Leiden Belanda.
Ada informasi yang mencukupi dapat diketahui
tentang Singosari dari teks Jawa kuno abad ke-14 yaitu “Pararaton” atau kitab
raja. Candi Singosari yang dibangun tahun 1304 ini umumnya dihiasi dari bawah
hingga atasnya. Bila Anda perhatikan hiasan tersebut tidak seluruhnya
terselesaikan sehingga ada dugaan candi ini dalam proses pembangunan yang belum
selesai kemudian ditinggalkan. Dimungkinkan akibat adanya peperangan yaitu
serangan Kerajaan Gelang-Gelang pimpinan Jayakatwang tahun 1292 hingga
menghancurkan Kerajaan Singosari, sering disebut juga masa kehancuran Singosari
atau pralaya.
Kerajaan Singosari didirikan tahun 1222 oleh
seorang rakyat biasa bernama Ken Arok, yang berhasil menikahi putri cantik Ken
Dedes dari Janggala setelah membunuh suaminya. Ken Arok kemudian menyerang
Kediri dan berhasil menyatukan dua wilayah terbelah yang pernah dipisahkan oleh
Raja Airlangga tahun 1049 sebagai warisan untuk kedua putranya.
Singosari kemudian berhasil mengembangkan
pertanian yang subur di sepanjang aliran sungai Brantas, serta perdagangan laut
yang menguntungkan di sepanjang Laut Jawa. Pada 1275 dan 1291 Raja Singosari
yaitu Kertanegara menyerang kerajaan maritim Sriwijaya di Sumatera Selatan dan
kemudian mengontrol perdagangan laut di laut Jawa dan Sumatera.
Dalam masa kejayaannya, Singosari begitu
kuat, bahkan Kaisar Mongol Kubilai Khan yang perkasa menganggap penting
mengirim armada dan utusan khusus ke kerajaan Singosari untuk menuntut Raja
Kertanegara secara pribadi untuk
memberikan loyalitas kepada Mongol. Sebagai jawabannya, ternyata Raja
Kertanegara memotong telinga salah satu utusan tersebut sebagai pesan kepada
Kubilai Khan bahwa Singosari tidak akan tunduk.
Kemudian Kertanegara dibunuh oleh salah
seorang raja bawahannya yaitu Jayakatwang tahun 1293. Ketika armada perang
dikirim oleh Kubilai Khan tiba di Jawa, mereka tidak mengetahui bahwa rupanya
Raja Kertanegara sudah tiada. Menantu Kertanegara, Raden Wijaya, berhasil
membujuk armada Kublai Khan untuk membunuh Jayakatwang, tetapi kemudian justru
berbalik mengusir armada Mongol dari Jawa.
Raden Wijaya selanjutnya mendirikan kerajaan
Majapahit tahun 1294 di utara Singosari yaitu di Porong. Maka berlangsunglah
sebuah masa keemasan bagi sebuah kerajaan bernama Majapahit yang kekuasaannya
mencakup Indonesia saat ini dan bahkan hingga ke Malaysia dan Thailand.
***
sumber: www.indonesia.travel