15 Agustus 2008

Sepakbola Indonesia, Kenapa Harus “Mengorbankan” Rakyat?

Benar-benar miris! Disaat dunia sepakbola Indonesia masih juga belum beranjak maju – tetapi dengan sombongnya kompetisinya tahun ini dinamakan Liga Super – ternyata masih ada juga klub yang “bermain api” dengan coba-coba menggunakan dana APBD dan dana kepentingan rakyat lainnya, demi gengsi sebuah klub dan (kepala) daerah.

Contoh konkrit adalah klub Persik Kediri. Klub peserta liga super yang bertabur bintang – siapa yang tidak kenal nama-nama seperti Maskus Horison, Hamka Hamzah, Danilo Fernando, Ronald Fagundez, Mahyadi Panggabean, Saktiawan Sinaga, Christian Gonzalez atau Budi Sudarsono dan Arcan Iuri – asal kota Kediri ini nyatanya bermasalah dengan sumber pendanaan klubnya. Seperti yang diberitakan Okezone awal pekan ini, selain dana hibah dari APBD (sebenarnya sudah nggak boleh pakai dana APBD, tapi dengan imbuhan kata “hibah” jadi boleh, hehehe…) sebesar 7,5 miliar, ternyata diam-diam HA. Maschut yang bertindak sebagai Wali Kota Kediri sekaligus Ketua Umum Persik masih meminjam dana hibah (yang seharusnya) untuk Poltek Kediri sebesar 4,2 miliar.

Ironis. Menurut pemikiranku, kenapa hanya untuk membeli pemain sepakbola yang harganya ratusan juta sampai milyaran (dan notabene hanya dinikmati puluhan ribu orang saja yang datang ke stadion) harus mengorbankan kepentingan yang lebih besar, yaitu pendidikan untuk masyarakat? Kalau tidak memungkinkan cari sponsor besar, kenapa tidak mengikuti kompetisi dengan kekuatan keuangan yang ada saja? Lihat saja Persitara, Deltras Sidoarjo, PSMS Medan atau Persita Tangerang dan Persela Lamongan, kenapa mereka bisa berkompetisi dengan dana pas-pasan dan tanpa pemain bintang?

Berikut petikan berita dari Okezone, yang dirilis hari Selasa 12 Agustus 2008 lalu, dengan judul Persik Gunakan Dana Poltek :
Setelah sempat menutup-nutupi aliran dana Persik yang diperiksa Kejaksaan Tinggi Jatim, Ketua Umum Persik yang juga Wali Kota Kediri HA Maschut akhirnya buka suara. Maschut mengakui dirinya terpaksa meminjam dana hibah Politeknik (poltek) untuk menutup biaya operasional Persik yang terus membengkak. Ironisnya, peminjaman itu tidak melalui persetujuan dewan.
Ditemui usai membuka kegiatan PKK di Kantor Kelurahan Bandar Lor, Kec. Mojoroto - Kediri, Maschut mengatakan, dana hibah yang diterima Persik pada tahun anggaran 2008 sebesar Rp 7,5 milyar tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan Persik. Beban terberat keuangan klub sepak bola itu adalah membiayai gaji pemain yang bertabur bintang. Apalagi mantan juara Liga Indonesia itu juga mempertahankan sejumlah pemain asing yang memang berbandrol tinggi.

Atas kondisi itu, manajemen Persik memutuskan untuk meminjam anggaran hibah yang diterima Poltek senilai Rp4,2 milyar. Tahun anggaran ini Poltek menerima kucuran hibah senilai Rp8,2 milyar dari APBD sebagai dana pendamping atas kerjasama dengan pemerintah pusat. Maschut berdalih untuk saat ini Poltek belum begitu membutuhkan anggaran tersebut sehingga memungkinkan untuk dialihkan sementara ke rekening Persik. Selengkapnya …… baca disini!
AddThis Feed Button