28 April 2009

Perlu Antisipasi Dini dari Serangan Flu Babi

Nampaknya penyakit tak pernah menyerah untuk membuat “kejutan” pada manusia. Sebut saja penyakit flu, mulai dari flu burung, flu Hongkong, sampai flu Singapura, sudah bikin dunia kesehatan kalang kabut mencari penangkalnya. Kini, muncul lagi yang terbaru: Flu Babi (swine influenza). Lebih hebat efeknya – virus ini menyebar cepat ke berbagai belahan dunia – sampai Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengkhawatirkan flu babi bakal menjadi pandemi (wabah besar-besaran) dalam skala global.

Sebagai gambaran, di Meksiko saja – negara pertama ditemukannya flu babi – dalam dua pekan sudah 103 meninggal dan lebih dari 1.600 orang terinfeksi (ini setara dengan korban flu burung di Indonesia selama 5 tahun).

Memang, di Indonesia belum ada laporan yang menyebutkan ada korban akibat flu babi ini. Tetapi, untuk antisipasi, presiden SBY sudah menginstruksikan kepada seluruh jajaran yang terkait agar melakukan langkah-langkah preventif, termasuk memasang deteksi (suhu) tubuh manusia di 7 bandara yang biasa untuk penerbangan internasional.

Berikut uraian secara ringkas seputar Flu Babi (Swine Influenza), yang datanya aku ambil dari Koran TEMPO terbitan hari ini. Mudah-mudahan ada manfaatnya.


Penyebaran:
Meksiko, Amerika Serikat, Spanyol (Positif) ; Brasil, Inggris, Prancis, Israel, Australia, Selandia Baru (Suspect).

Penyebab:
Virus influenza A, subtype H1N1, H1N2, H3N1, H3N2, dan H2N3. Itu berbeda dengan flu burung yang disebabkan virus H5N1.

Media Penularan:
Binatang, terutama babi. Ada kemungkinan terjadi penularan antar-manusia.

Cara Penularan:
Melalui udara dan kontak langsung dengan penderita.

Masa Inkubasi:
3-5 hari.

Gejala:
Demam, batuk, pilek, lesu, letih, nyeri tenggorokan, napas cepat, atau sesak napas. Mungkin disertai mual, muntah, dan diare.

Pengobatan:
a. Golongan adamantanes (amantadine dan remantadine)
b. Golongan neuraminidase inhibitor (oseltamivir atau Tamiflu dan zanamivir)

Antisipasi:
a. Pola hidup bersih.
b. Menghindari kontak dengan babi (meski, dalam sejumlah kasus, pasien tidak memiliki riwayat kontak dengan babi atau hidup di lingkungan yang memelihara babi).
c. Memasak makanan dengan suhu minimal 70 derajat Celsius/160 derajat Fahrenheit.