23 Mei 2009

Meski Sangat Merugikan, Hoax Tidak (akan) Ada Matinya

Awal bulan ini, gara-gara email hoax yang tersebar dari milis ke milis, Teh botol Sosro ketiban sial, karena menjadi “sasaran” hoax tersebut. Dalam email itu – aku mendapat 1 kali kiriman dari salah satu milis – diisukan bahwa Teh botol Sosro mengandung zat berbahaya, hydroxylic acid. Padahal, seperti bantahan Teh botol Sosro yang dimuat di media cetak, hydroxylic acid adalah istilah lain atau bahasa ilmiah dari air, atau biasa disebut H2O.

Memang sih, hoax yang menimpa Teh botol Sosro ini sudah diketahui sumbernya – dan penulisnya pun juga mengakui dan mengklarifikasi – yang berasal dari sebuah diskusi tertutup milis periklanan Indonesia, Creative Circle Indonesia (CCI). Tema yang diusungpun jelas, tentang komunikasi menggunakan pendekatan negatif (negative approach), dengan Teh botol Sosro sebagai contoh kasus. 

Cuma, agak ironis kalau sebuah milis tertutup yang dimoderasi dengan ketat – dengan sistem keanggotaan terpilih dan punya komitmen karena dari satu komunitas yang sama – ternyata masih bisa bocor, sampai menyebar ke milis dan email lain. Dengan alasan apapun, pembocoran itu adalah bentuk pencederaan atas nilai-nilai moral dan tanggung jawab dalam sebuah komunitas.

Yang patut dicermati, tentu saja hoax (menurut Wikipedia, hoax = pemberitaan palsu, yaitu usaha untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal sanga pencipta berita palsu tersebut tahu bahwa berita tersebut adalah palsu) itu sendiri. Untuk kasus “teh botol Sosro” ini misalnya, kalau dari sebuah milis tertutup saja bisa bocor, bagaimana dengan milis yang terbuka dan tanpa sensor atau moderator? Tentu dengan bebasnya hoax akan berseliweran tanpa pernah ada yang (mencoba) menghentikan.

Disadari atau tidak, sebenarnya kita sendiri sering – tanpa sengaja – ikut “membesarkan” hoax ini, dengan memforward sebuah berita yang masuk di email kita ke banyak email atau milis lain. Padahal kita sendiri belum sempat (atau tidak mau tahu?) mengecek kebenaran berita tersebut. Biasanya supaya lebih dramatis, saat mem-forward diikuti sedikit tambahan pengantar, misalnya: Mohon disebarkan ke teman yang lain, Dari milist sebelah, Akankah kita berdiam diri?, Waspadalah, bahaya mengancam! atau kalimat-kaimat “memancing” lainnya.

So, hoax memang “enak dibaca” karena (seolah-olah) mengungkap rahasia besar, tetapi sesungguhnya sangat merugikan. Upaya yang bisa kita lakukan – untuk meminimalisir tersebarnya hoax – ya tidak usah mem-forward berita di email (milis) ke siapapun, kalau memang berita itu sumber beritanya nggak jelas. Cukup kita baca sendiri, lalu disimpan atau langsung dihapus. Jangan sampai kita ikut menyebar sebuah kebohongan. Toh tidak ada untungnya, kan?

**Sumber foto: jakartadailyphoto.com

AddThis Feed Button