09 Juni 2009

Kontroversi The Master: Ketika Bangsa Jin Dilibatkan dalam Dunia Hiburan

Ketika di awal Juni – tepatnya Kamis, 4 Juni 2009 – sejumlah pimpinan pondok pesantren di Jawa Timur membuat fatwa haram atas tayangan The Master (RCTI), aku tidak begitu kaget. Apalagi memberikan reaksi “berlebih” dengan membuat tulisan yang konfrontatif, seperti biasanya. Karena, hasil bahtsul masail (pembahasan masalah) yang digelar di Pondok Pesantren Abu Dzarrin, Bojonegoro (Jawa Timur) itu menurutku sangat masuk akal dan lebih kepada “perlindungan” kepada umat.

Putusan itu tentu bukan asal-asalan, apalagi landasan dasarnya sangat kuat, yaitu tontonan ini diduga melibatkan makhluk halus. Artinya, atraksi yang ada di The Master diduga kuat atas bantuan jin atau jenis makhluk halus lainnya. Apa yang dipertontonkan di The Master sangat tidak masuk akal dan diluar batas kemampuan pada umumnya, sehingga dapat memancing pemirsanya untuk – ikut merasa senang dan – mempercayai kekuatan lain selain Allah. Jadi, hukumnya haram dan penontonnya (kalau tetap melihat) juga berdosa.

Tulisan ini tidak akan membahas dan (apalagi) “memperpanjang” pro-kontra fatwa haram The Master. Tetapi, justeru menginspirasiku untuk memutar kembali pengalaman 4 tahun silam, saat terlibat diskusi hangat di salah satu pondok pesantren di Malang dengan 2 Ustadz muda, yang salah satunya adalah Mas Hadi almarhum (meninggal awal tahun 2009, aku doakan semoga amal ibadahnya diterima Allah SWT, amin). 

Yup, kebetulan dalam diskusi di pertengahan 2005 itu terfokus pada ikut berperannya jin dalam dunia hiburan “sulap” di Indonesia, yang pelakunya kerap mendapat sebutan mentalis atau ilusionis. Sebagai Ustadz yang mendalami dunia tersebut, beliau berdua memberi contoh konkrit dengan menganalisa sebuah tayangan yang menampilkan seorang ilusionis (mentalis?) Indonesia, yang (seolah-olah) berusaha memindahkan seperangkat meja dan kursi, bergeser 2 meter dari tempat semula. Ternyata, dari “penerawangan” Ustadz, ada sesosok jin hitam besar yang medampingi sang mentalis (untuk disuruh-suruh sesuai keinginan “tuannya”), dan Pak Ustadz secara step by step bisa menjelaskan apa yang sedang dan akan dilakukan jin tersebut dengan tepat.

Tentu aku mempercayai adanya makhluk lain, yang kehidupannya berbeda dengan dunia nyata. Karena sesuai ajaran agama yang aku pelajari dan yakini, memang memungkinkan untuk itu. Dan – kembali ke persoalan awal – tentu tidaklah berlebihan kalau para ulama mengingatkan pada umat seimannya, agar tidak terjerumus ke hal yang dilarang oleh agama. Artinya, ada dasar hukum (agama) yang melandasi sebuah keputusan, atau yang biasa disebut fatwa tersebut. Masalah mau mengikuti atau tidak, ya kembali ke masing-masing individu tentunya.


**Sumber foto: mszzz.wordpress.com

AddThis Feed Button