07 Januari 2010

Alasan Pelarangan Buku (Selalu Sama): Mengganggu Ketertiban Umum


Sejak bergulirnya era reformasi di akhir 90-an, kasus-kasus pembredelan (baca: pelarangan) buku – yang beredar di wilayah hukum – Indonesia sepertinya sudah jauh berkurang, dibanding era-era sebelumnya. Setidaknya, sampai tahun 2006, ketika Kejaksaan Agung melarang beredar buku-buku sejarah yang tak mencantumkan akhiran “PKI”.

Nyatanya, di akhir 2009 kemarin, lagi-lagi 5 judul buku dilarang untuk beredar, dengan dalih menjaga ketertiban umum. Sehingga berdampak pada pelarangan masyarakat untuk menyimpan ataupun mengkoleksi, buku-buku tersebut, dengan sangsi hukum jika melanggarnya. 

Kelima buku tersebut adalah : Dalih Pembunuhan Masal (John Roosa), Suara Gereja bagi Umat Tertindas (Socratez Sofyan Yoman), Lekra Tak Pernah Membakar Buku (Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan), Enam Jalan Menuju Tuhan (Darmawan M.M.), Mengungkap Misteri Keberagamaan Agama (Syahrudin Ahmad).

Sebenarnya, pelarangan (peredaran) buku sudah ada di negeri ini sejak zaman kolonial, berlanjut ke zaman Orde Lama dan juga Orde Baru. Meski secara spesifik alasannya selalu berbeda – seperti: karena kritis menyuarakan kemerdekaan dan anti-penjajahan (zaman kolonial) ataupun menyebarkan paham komunisme (era Orde Baru) – tetapi polanya tetap sama, yaitu seperti yang ditulis Koran Tempo, didasarkan pada 3 kategori : masalah kebebasan beragama, aliran yang dianggap kiri, dan gerakan sparatis.

Sekadar untuk kembali mengingat “sejarah” pembredelan buku di Indonesia, berikut buku-buku yang pernah dilarang beredar – dikutip dari Koran Tempo – sejak zaman kolonial hingga kini:

Zaman Kolonial
- Kitab Sabil Al-Muhtadin (Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari)
- Student Hidjo (Mas Marco Kartodikromo)
- Rasa Merdeka (Mas Marco Kartodikromo)
- Hikayat Kadirun (Semaun)

Zaman Orde Lama (Era Presiden Soekarno)
- Sapta Darman (Muhamad Yamin)
- Jejak Langkah (Bakri Siregar)
- Saidjah dan Adinda (Multatuli ; Disadur: Bakri Siregar)
- Hoakiau di Indonesia (Pramoedya Ananta Toer)

Zaman Orde Baru (Era Presiden Soeharto)
- Saat Presiden Soeharto berkuasa sepanjang 33 tahun, tercatat paling banyak terjadi pembredelan buku. Pada era Orde Baru, buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer paling banyak diberangus . Pram harus berurusan dengan Kejaksaan Agung gara-gara karyanya dituduh berkaitan dengan komunisme dan marxisme.

Era Reformasi
- Atlas West Irian (dilarang karena memuat gambar Bintang Kejora)
- Kutemukan Kebenaran Sejati dalam Al Qur’an (M. Simanungkalit)
- Pemusnahan Etnis Melanesia (Socratez Sofyan Yoman)
- 13 judul buku sejarah dari 10 penerbit yang dilarang.
- 5 judul buku yang sudah dicantumkan di awal tulisan ini.
***
sumber foto: imelda.coutrier.com



AddThis Feed Button