09 Desember 2008

Betapa Berat Tugas Seorang Ibu Rumah Tangga

Tulisan ini adalah sebuah cerita dari antah berantah, yang tidak diketahui asal-usulnya. Tetapi, karena hikmah yang terkandung begitu tinggi – betapa laki-laki (suami) tidak boleh egois dan memandang remeh seorang perempuan (istri) – maka cerita ini telah beredar luas di milist dan dunia maya sebagai bahan perenungan. Berikut petikannya:

Suatu pagi, seorang suami yang merasa kecapaian dalam hidupnya, memanjatkan doa kepada Allah. “Ya Allah, kasihanilah aku. Aku bekerja membanting tulang, sementara istriku tinggal di rumah. Aku akan persembahkan apapun, asalkan Kau kabulkan satu permohonanku: tukarlah aku menjadi istriku. Ia enak-enakan di rumah, dan aku ingin memberinya pelajaran betapa beratnya kehidupan seorang laki-laki.” Atas kehendak-Nya, permohonan itu didengarkan dan dikabulkan.

Esoknya, mulailah “perempuan baru” tersebut menjalankan kehidupannya. Ia bangun di pagi buta,menyiapkan sarapan, membangunkan anak-anak untuk sekolah, menyiapkan bekal suaminya. Memasukkan cucian kotor ke mesin cuci, menyiapkan masakan hari ini, mengantarkan anak-anak. Sepulang dari sekolah anaknya mampir ke pom bensin, mengambil uang, membayar rekening listrik dan telepon, mengambil cucian suaminya di pelayanan laundry, dan cepat-cepat ke pasar untuk belanja.

Dengan cepat hari mencapai pukul 13.00 tengah hari. Ia membereskan tempat tidur, mengambil cucian tadi pagi dan menjemurnya, dan memasukkan sisanya ke mesin cuci, menyapu dan mengepel rumah, menanak nasi, sebelum kemudian segera berangkat menjemput anak-anak dari sekolah, yang disambut anak-anaknya dengan bersitegang karena terlambat menjemput.

Sesampai di rumah ia segera menyiapkan makan anak-anaknya. Dengan tergopoh-gopoh meniriskan kembali cuciannya yang sebenarnya telah kering karena ternyata hari hujan selama ditinggal ke sekolah anaknya. Sore hari ia membantu anak-anak mengerjakan PR. Ia sempat-sempatnya mengintip-intip acara teve sambil tangannya menyeterika. Setelah itu ia menyiapkan makan malam keluarga, memandikan anak-anak, dan mengantarkan tidur.

Pukul 21.00 malam, ia dengan badan begitu lelah pergi tidur. Sudah tentu, masih ada tugas lain lagi, yang entah bagaimana caranya ia laksanakan dengan baik, sebelum benar-benar menikmati tidurnya.

Esok paginya, ia berdoa sekali lagi kepada Allah: "Ya Allah, apa yang kubayangkan saat aku meminta-Mu mengabulkan permohonanku, tak sanggup kutanggungkan lagi. Aku menghiba-Mu, Ya Allah, kembalikan aku menjadi diriku, kumohon Ya Allah.”

Allah kembali mendengarkan doanya. Ia berkata: “Wahai hamba-Ku, Aku akan mengembalikan keadaanmu semula. Tapi, ada hal kecil yang sedikit mengganggu, kau harus menunggu 9 bulan. Ingat, perbuatanmu sendiri telah membuatmu hamil sejak kemarin.”


AddThis Feed Button