
Dengan dibantu Dedy, keponakanku yang baru lulus dari salah satu perguruan tinggi di kota Malang, aku mulai menguras kolam ukuran 1,5 x 2,5 meter, dengan kedalaman sekitar 1,5 meter. Beberapa saat sebelum sampai dasar kolam, ada firasat buruk yang tiba-tiba muncul di benakku, “Koq kolam tidak seperti biasanya yang penuh dengan ikan lele bersliweran ?” Ada yang tidak beres, karena hanya sesekali terlihat seekor ikan lele, tanpa terlihat teman lainnya !
Benar saja, begitu air terkuras sampai dasar kolam – yang isinya tinggal lumpur setebal 20 cm – ikan lele dumbo sebanyak 240 ekor yang aku sebar 3 bulan silam tidak ada sama sekali. Tinggal satu ekor saja (ya benar : satu ekor !). Nampaknya, sebelum aku panen pagi ini, sudah ada yang memanen terlebih dahulu, entah kapan dan siapa. Dugaan sementara, “pencurian” ikan lele dilakukan malam hari dengan menggunakan jaring serok besar. Kalau siang jelas tidak mungkin, karena suasana kebun belakang rumah selalu ramai anak-anak kampung yang sedang bermain (apalagi kolamku tidak begitu jauh dari lapangan bulu tangkis dan halaman parkir warga).
Sedih dan kecewa, sudah pasti. Bukan masalah biaya yang sudah aku keluarkan atau harga ikan lele dumbo-nya. Tetapi upaya memelihara ikan selama 3 bulan – dengan tiap pagi memberi makan, membersihkan kolam, dan juga mengajari putra-putriku untuk selalu memperlakukan hewan peliharaannya sebaik mungkin – terasa begitu sia-sia. Aku mencoba ambil hikmahnya, bisa jadi ini untuk melatih jiwa kesabaranku. Memang, aku tidak jerah (dan masih ingin) memelihara ikan lele dumbo dari awal lagi. Tapi (sepertinya) bukan sekarang-sekarang ini.