
Nah, supaya berimbang – hehehe… kayak jurubicara pemerintah aja – tak ada salahnya juga kita mendengar penjelasan pemerintah tentang manfaat kalau BBM itu dinaikkan. Sebab, menaikkan harga BBM bersubsidi rata-rata 28,7% jelas bukan pilihan yang baik. Namun agaknya, di mata pemerintah, inilah jalan yang paling mudah dan cepat menyelamatkan anggaran.
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) compang-camping dihajar kenaikan harga minyak dunia. Jika harga minyak US$ 120 per barel, deficit anggaran membengkak dari 2,1% pada APBN Perubahan (APBN-P) menjadi 2,5%. Dus, subsidi BBM pun akan bertambah Rp. 31,7 triliun. Menurut hitungan pemerintah, jika harga BBM naik rata-rata 28,7% maka aka nada tambahan penerimaan Rp. 21,49 triliun. Sementara subsidi BBM hanya akan bertambah Rp. 3,86 triliun.
Menurut hitungan pemerintah, kenaikan harga BBM akan menyehatkan APBN-P 2008. Berikut asumsinya :
1. Konsumsi BBM
Asumsi APBN-P sebesar 35,5 juta kiloliter. Jika pemerintah tidak menaikkan harga (do nothing), konsumsi akan menjadi 39 juta kiloliter karena akan terjadi penyalahgunaan BBM bersubsidi. Kalau dinaikkan, konsumsi BBM bersubsidi bisa dipertahankan tetap 35,5 juta kiloliter.
2. Pertumbuhan Ekonomi
APBN-P memproyeksikan pertumbuhan 6,4%. Kalau pemerintah tidak melakukan apa-apa, pertumbuhan akan turun menjadi 5,8%. Dengan kenaikkan BBM, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan 6%.
3. Defisit APBN
Asumsi APBN-P : 2,1%. Jika harga BBM tak naik, defisit 2,5%. Kalau naik, defisit hanya 1,9%.
4. Inflasi Tahunan
Asumsi APBN-P : 6,5%. Jika harga BBM tidak naik, inflasi akan naik menjadi 13,2%. Kalau BBM naik inflasi menjadi 11,1%.
Nah itu tadi adalah gambaran yang diberikan pemerintah. Apakah bisa dipahami atau tidak, tentu tak lagi penting bagi pemerintah. Dan yang tak (begitu) paham dengan penjelasan itu, salah satunya adalah saya, hehehe….