Gugat menggugat – dengan klaim merek dagang sebagai kekayaan intelektual yang tidak boleh dipergunakan pihak lain – di dunia maya, ternyata tidak hanya melibatkan perusahaan raksasa dan pribadi-pribadi pengguna internet semata. Seperti yang terjadi beberapa waktu silam, saat seorang blogger Indonesia digugat perusahaan Sony (Jepang) karena menggunakan domain yang (sebagian) mirip nama perusahaan tersebut.
Kasus yang lebih besar, yang terjadi beberapa bulan lalu, adalah saat The European Court of Justice ( ECJ) – Pengadilan Tinggi Eropa – memenangkan perusahaan raksasa pencari di internet Google, atas Louis Vuitton dalam kasus merek dagang. Kasus ini menjadi menarik, karena telah bergulir selama lima tahun belakangan ini, sebelum akhirnya berakhir di ECJ. Apalagi Google juga tengah ada kasus dengan pemerintah China, sehingga ini merupakan angin segar bagi Google.
Terbukanya kasus ini lantaran pemilik merek dagang Louis Vuitton merasa dirugikan oleh Google dengan sistem AdWords-nya. Soalnya, sistem ini memperbolehkan pengiklan online untuk membeli kata kunci tertentu, termasuk merek terdaftar. Tentu saja, Louis Vuitton berang karena ternyata para pengiklan online yang memajang kata kunci Louis Vuitton malah menjual produk saingan rumah mode tersebut.
Nyatanya, para hakim memandang Google tidak bersalah atas informasi yang disediakannya kepada pengguna internet ataupun pengiklan. Justru, para hakim mengingatkan para pengiklan online yang menggunakan kata kunci Louis Vuitton, tapi memajang produk lain. Mereka bisa saja menghadapi tuntutan dari pihak yang dirugikan. Artinya, sebuah perusahaan raksasa lagi-lagi harus “berperang” melawan individu-individu yang berbuat curang, dengan mencatut nama dan merek dagangnya.
Asal tahu saja, sistem AdWords merupakan layanan yang penting bagi Google. Sistem ini telah menghasilkan pendapatan sebesar US$ 23 miliar tahun lalu bagi perusahaan pencari internet ini. Nah kan, sudah kebayang kalau ada yang menang gugatan sama Google?
***
sumber: Guardian / Kontan