10 Mei 2008

A Mild Digugat, (tapi) Pengadilan Menolak

Konsumen di negeri ini memang lebih banyak hanya sebagai “pemakai” saja, yang hak-haknya kadang terabaikan oleh produsen. Kalu toh ada konsumen yang komplain terhadap suatu produk – biasanya lewat media cetak atau surat pembaca – naga-naganya kalau untung ya dijawab lewat media yang sama, atau kalau tidak… ya menguap begitu saja tanpa ada jawaban yang jelas.

Nah, awal Mei 2008 lalu, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak gugatan Faisal Amri, seorang perokok aktif yang mengklaim keracunan rokok merek A Mild. Sebaliknya, majelis hakim yang diketuai Suharto menerima nota keberatan atau eksepsi yang diajukan tergugat yaitu PT. HM Sampoerna, Tbk.

Majelis hakim sepakat dengan keberatan yang diajukan Sampoerna, bahwa PN Jakarta Selatan tidak berhak menyidangkan kasus ini. Pasalnya, si penggugat berdomisili di Bekasi sehingga pengadilan yang berhak menyidangkan kasus ini adalah Pengadilan Negeri Bekasi. Selain itu, majelis juga menilai perkara ini merupakan sengketa konsumen dan sebaiknya mengacu pada UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Sehingga sengketa konsumen ini sebaiknya diperkarakan di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebelum maju ke pengadilan umum.

Meski disarankan demikian, kuasa hukum dari Faisal Amri menolak mengajukan perkara ini ke BPSK. Sebab Amri ingin menggugat perbuatan melawan hokum (PMH) yang dilakukan Sampoerna, sehingga seharusnya sengketa ini diperkarakan di pengadilan. Amri mengaku keracunan setelah merasa bau, asap, dan rasa rokok A Mild berbeda dari biasanya.

Kasus ini sepertinya akan panjang, dan belum selesai dalam jangka waktu dekat. Tetapi, ada yang bisa diambil hikmahnya, yaitu betapa sulitnya konsumen untuk melakukan tuntutan hak-hak yang mestinya didapat dari sebuah produk. Terlepas siapa yang (nantinya) akan memenangkan perkara di tingkat pengadilan, sudah selayaknya siapapun yang merasa “konsumen” yang dirugikan untuk tidak segan-segan melakukan tuntutan lewat jalur hukum yang berlaku.
Selain untuk membiasanya masyarakat untuk melek hukum, juga menaikkan nilai tawar konsumen di mata produsen, agar tidak selalu dipandang sbelah mata. Mungkin begitu ?