04 September 2008

Sebenarnya (Anggota) KPU Itu Maunya Apa Sih ?

Entah apa yang ada di pikiran anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat ini. Bukannya berusaha menyelesaikan banyaknya carut marut tahapan pelaksanaan Pemilu 2009 – seperti verifikasi calon anggota legislatif dan perbaikan Daftar Pemilih Sementara (DPS) – koq malah mau plesir ke luar negeri, dengan alasan untuk sosialisasi pemilu bagi WNI di luar negeri.

Jumlah kota yang dikunjungi juga nggak tanggung-tanggung, ada 14 kota (di 14 negara) -- yaitu: Kuala Lumpur, Beijing, Manila, New Delhi, Sydney, Cape Town, Kairo, Jeddah, Moskow, Den Haag, Paris, Madrid, New York dan Havana – yang dilaksanakan bulan September dan Oktober 2008.

Memang sih, di kota-kota tersebut banyak bermukim WNI, tapi apakah harus anggota KPU sendiri yang melakukan sosialisasi? Kan masih ada pejabat di Sekretariat Jenderal KPU, Staf Departemen Luar Negeri, atau (kalau mau murah) kan bisa mendelagasikan pada Staf KBRI kita di negara-negara tersebut?

Kalau menurutku, ini hal aneh dan terkesan kemaruk (bahasa Jawa, yang artinya kira-kira “mumpung jadi pejabat”). Apalagi di negeri kita ini sekarang lagi banyak disorot kinerja para pejabat – eksekutif maupun legislatif – yang kesannya lebih banyak menghambur-hamburkan uang rakyat.

Lihat saja, ada pejabat negara dinas ke luar negeri, langsung disorot. Juga, ada anggota DPR yang studi banding ke mancanegara, diberitakan besar-besar lebih banyak shopping daripada tujuan utamanya. Nah, anggota KPU yang berjumlah 7 orang ini ngapain pula “jalan-jalan ke luar negeri?”

Geregetan juga sih dengar berita televisi tadi pagi, yang nyata-nyata anggota KPU tak gentar dengan segala komentar, himbauan, bujukan, bahkan permohonan agar mengurungkan niatnya ke luar negeri, dari yang sangat santun penyampaiannya sampai terkesan kasar. Mereka merasa perlu untuk datang langsung ke negara-negara tersebut. Apa karena "mumpung" gratis?

Kalau sudah begini, ya apa boleh buat. Bisa jadi uang yang bernilai ratusan milyar – untuk pelaksanaan Pemilu 2009 yang bertahap-tahap itu – akan banyak mubadzir-nya. Gimana enggak, orang-orang yang dipercaya untuk mengurus saja sudah tidak mau mendengar masukan (dan seolah merasa dirinya paling benar). Dan nggak salah juga kalau untuk tingkat daerah pun, KPU banyak dikomplain atas kinerja dan putusan pilkada yang jauh dari harapan masyarakat. Ibarat pepatah, guru kencing berdiri murid kencing berlari.



AddThis Feed Button