04 Juli 2008

Geliat Komunitas Penggemar Pramoedya Ananta Toer

Pramoedya Ananta Toer merupakan sastrawan Indonesia yang harus menelan pil pahit kebijakan pemerintah menghapuskan komunisme di Indonesia. Gara-gara pernah menjadi eksponen Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), Pram dicap sebagai komunis.

Hasilnya, Pram harus mendekam lama dalam pengasingan. Karya-karya Pram pun dilarang beredar. Bukan cuma itu. Orang yang sekedar membaca dan mendiskusikan buku karya Pram bisa dijebloskan dalam penjara.

Pram juga dihalang-halangi untuk memperoleh penghargaan sastra yang diberikan oleh lembaga internasinal. Misalnya saja di tahun 1995, ketika Yayasan Magsaysay dari Filipina menganugerahkan penghargaan Ramon Magsaysay kepada Pram. Pemerintah saat itu mencekal Pram. Alhasil sastrawan kelahiran Blora, tahun 1925 ini, tidak bisa berangkat langsung menerima penghargaan itu.

Setelah era reformasi bergulir, semakin banyak masyarakat yang memandang Pram sebagai sastrawan besar, bukannya seorang komunis. Buku-bukunya pun sudah mulai beredar secara luas.

Walaupun begitu, sampai saat ini para Pramis – sebutan untuk para penggemar Pramoedya Ananta Toer – masih berjuang untuk membersihkan nama Pram dari embel-embel komunis. Seperti diungkapkan Mujib Hermani, Koordinator Pramis seluruh Indonesia, kalau membaca karya-karya yang dibuat Pram, kita sama sekali tidak akan menemukan hal-hal yang berbau komunis. Hal itu sama sekali tidak ada.

Karena itulah beberapa Pramis lantas membentuk kelompok-kelompok diskusi yang khusus membahas mengenai Pram dan karya-karyanya. Salah satunya adalah Membaca Pramoedya. Menurut Daniel Mahendra, pendiri Komunitas Membaca Pramoedya dan Pramoedya Institute, memang Komunitas Membaca Pramoedya itu salah satunya adalah sebagai upaya untuk meluruskan citra seorang Pramoedya di mata masyarakat.

Cara lain yang dilakukan oleh para Pramis untuk membersihkan nama Pramoedya adalah dengan mengajak masyarakat untuk membaca banyak-banyak buku karya almarhum Pram. Nah, belakangan, kampanye para penggemar Pram ini ternyata efektif juga. Buktinya, seperti ditambahkan Daniel, makin banyak yang bertanya mengapa Pram bisa disebut komunis, padahal setelah membaca karya-karya Pram, mereka merasa tidak menemukan alasan hingga seorang Pram bisa disebut komunis.