Tampilkan postingan dengan label wayang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label wayang. Tampilkan semua postingan

10 Juni 2010

SUMANTRI: Prajurit Teladan, Rela Gugur Demi Bangsa & Negara

Dalam cerita pewayangan, Sumantri adalah putra Resi Suwandagni dengan Dwi Darini dari pertapaan Ardisekar. Ia bersaudara kandung dengan adiknya, Sukrasana yang berujud raksasa kerdil yang jelek rupa dan cacat hampir seluruh anggota badannya. Sejak kecil Sumantri bercita-cita ingin mengabdi pada raja yang melebihi kesaktiannya. Atas restu ayahnya, ia kemudian pergi ke negara Maespati untuk mengabdi pada Prabu Arjunasasrabahu (Arjunawijaya).

Sebagai batu ujian, Sumantri diperintahkan melamar Dewi Citrawati, putri negara Magada yang dikabarkan sebagai titisan Bhatari Sri Widowati, yang kini sedang dilamar raja-raja lebih dari seribu negara. Dewi Citrawati bersedia diperistri Prabu Arjunasasrabahu asal Sumatri dapat memenuhi persyaratan perkawinan berujud putri sejumlah 2 x 400 orang, yang disebut putri domas.

Sumantri kemudian menyatakan perang pada para raja pelamar. Karena kesaktiannya ia dapat mengalahkan mereka dan para raja diwajibkan tunduk kepada negara Maespati, serta menghaturkan putri sebagai tanda bertekuk lutut. Dengan demikian putri sejumlah 800 orang dapat dipenuhi sebagai persyaratan perkawinan.

Dewi Citrawati kemudian diboyong ke Maespati diiringi oleh 800 orang putrid dan 500 raja taklukan. Di perbatasan kota Maespati, Sumantri menghentikan rombongan. Ia ingin menentukan sikapnya yang hanya akan mengabdi pada raja yang melebihi kesaktiannya. Surat tantangan segera dikirim kepada Prabu Arjunasasrabahu, yang disambut dengan senang hati. Perang tandingpun terjadilah. Kesaktiannya sangat seimbang, hanya terpaut dalam satu hal, yaitu Prabu Arjunasasrabahu dapat bertiwikrama menjadi Brahalasewu karena Prabu Arjunasasrabahu adalah titisan Bhatara Wisnu.

Sumantri mengaku kalah dan mempersembahkan hasil lamarannya pada Prabu Arjunasasrabahu . Untuk menebus kesalahannya, Sumantri diperinahkan memindahkan Taman Sriwedari milik Hyang Wisnu dari Kahyangan Untarasegara ke dekat kraton Maespati. Dengan ketentuan, apabila Sumantri tidak dapat mengerjakannya, maka pengabdiannya tidak diterima.

Namun berkat bantuan adiknya, Sukrasana, teman Sriwedari dapat dipindahkan. Celakanya Sukrasana sendiri akhirnya mati secara tak sengaja terkena panah Sumantri. Arwah Sukrasana mengutuknya, akan membalas kematiannya untuk kemudian bersama-sama ke nirwana.

Pada waktu Prabu Arjunasasrabahu membendung kuala sungai dengan tidur berwujud Brahala, untuk mandi Dewi Citrawati dan para dayangnya, Rahwana mengerahkan prajurit Alengka untuk menyerang Maespati. Perang seru terjadi antara Rahwana melawan Sumantri. Berkali-kali Rahwana mati, tapi hidup kembali berkat aji Rawarontek yang dimilikinya.

Dalam peperangan itu sukma Sukrasana menjelma menyusup pada taring Rahwana. Dengan sigap Rahwana dapat menangkap Sumantri dan digigitnya. Seketika itu juga Sumantri tewas dan gugur dalam mempertahankan kehormatan negara dan dirinya. Ia binasa sebagai pahlawan pembela negara dan tanah air Maespati.
***

sumber: Cempala


10 Agustus 2008

Museum Wayang : An Endless Spine-tingling Journey

Puppets have been one of the core cultures in many nations. European puppets date back to the 1800s, growing worldwide followed by disturbing stories of mystery and horror. In the East, Japanese folklore tells of abused puppets coming to life to seek vengeance.

In Indonesia, shadow puppets (wayang) are more representative of the country’s most prolific traditional art form than legend, in which the many manifestation of ideas are shared differently by the varied origins of people within this pluralistic nation. And the Wayang Museum, housed in a former a Dutch church built in 1640 in fron of Fatahillah Museum, displays an endless line of traditional puppets, the collection of which ranges from the vast shadow puppet genre, coming in distinct styles and features to modern puppets.

These include the Betawi Wayang Purwa, the first version of Unyil Puppets, Golek Puppets from various regions, and gift puppets from all over the world. Arrange a visit any time besides Monday to venture into this labyrinthine structure. Just ignore the spine-tingling atmosphere while paying attention to each lively character.

Wayang Museum, Jalan Pintu Besar Utara No. 27, West Jakarta. Telp (021) 6929560


AddThis Feed Button