20 April 2008

Busyeet.., apa sih maunya Taman Mini ?

Hari ini – Minggu, 20 April 2008 – adalah hari ulang tahun perkawinanku yang ke-11. Ndak ada acara yang istimewa sih.., cuma pengennya ngajak jalan anak-anak ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII), yang kebetulan juga lagi ulang tahun yang ke-33 (karena itu, khusus hari ini pengunjung digratiskan masuk TMII, jam 13.00 s/d 17.00 Wib).

Tapi, bukan masalah gratis atau tidaknya, karena memang tujuannya murni untuk jalan-jalan. Jadi, jam 09.30 udah berangkat ke obyek wisata andalan di masa Orde Baru, yang hanya sekitar 30 menit perjalanan dari rumah. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Taman Mini selalu meriah setiap ultah-nya. Panggung hiburan (dan bazaar) hampir selalu ada di setiap anjungan provinsi, walau tidak semuanya ada pengunjungnya. Dan aku yakin, kalau toh ada pengunjungnya – di beberapa anjungan yang langganan sepi pengunjung – itu pasti para undangan dan para sahabat dan kerabat pengisi acara, hehehe…

Setelah sambil lalu mampir ke beberapa anjungan untuk sekedar nonton panggung hiburan dan foto-foto (ini perlu, biar ada bukti kalau lagi jalan-jalan!), sekitar pukul 10.30 sampailah di wahana Istana Anak Anak, yang menjadi favorit anak-anakku setiap ke Taman Mini. Surprise.., sebab sarana permainannya lumayan lengkap dan ada upaya perbaikan disana-sini (lebih bersih dan cat-nya nampak udah diganti).

Asal tau saja, sejak sekitar tahun 2000-an, Taman Mini bagaikan lumut diatas batu, hidup enggan mati tak mau. Hampir seluruh sarana dan anjungan dibiarkan merana tanpa perawatan. Jauh berbeda dengan masa Pak Harto masih memimpin negeri ini (aku sangat paham, karena saat menikah 11 tahun silam, seluruh keluargaku yang dari Malang – sebanyak 28 orang – menginap di Desa Wisata Taman Mini selama 3 hari).

Yang cukup membuat “bangga” saat di Istana Anak ini, adalah ketika melihat sekitar 6 kelompok Marching Band dari Sekolah Dasar di wilayah Jakarta Timur memamerkan kebolehannya secara bersama-sama di depan para tamu undangan, pukul 12.00 wib. Bukan main, begitu semangat tanpa ada yang kelihatan lelah. Padahal anak-anak ini pasti sudah sejak pagi sudah stand by di halaman Istana Anak.

Sayang, jalan-jalan kali ini (lagi-lagi) mendapat pengalaman yang sangat menyebalkan. Ketika puncak pengunjung terjadi (sekitar pukul 14.00 wib), seluruh ruas jalan di areal Taman Mini penuh dengan mobil, motor dan pejalan kaki. Sebenarnya aneh juga melihat pejalan kaki melimpah ruah di jalanan. Tetapi karena trotoar yang seharusnya diperuntukkan mereka sudah “dikuasai” oleh mobil yang diparkir penuh di atas trotoar, ya apa boleh buat, badan jalanpun akhirnya diisi oleh pengunjung yang berjalan kaki. Dan parahnya, hal ini selalu terjadi setiap saat dari tahun ke tahun. Keterlaluan !

Inilah yang membuat aku jengkel setiap ke Taman Mini. Sebenarnya mudah saja, kalau memang kekurangan petugas yang mengawasi parkir di sepanjang jalan, toh pihak pengelola bisa membuat semacam rambu yang bertuliskan “Parkir Mobil Harap Menggunakan Setengah Badan Trotoar” atau "PARKIR MOBIL HANYA BOLEH MENGGUNAKAN SETENGAH TROTOAR" yang dipasang di setiap 50 atau 100 meter jalan (perkara para pemilik mobil mau atau tidak mematuhi, itu masalah lain, yang penting sudah ada upaya dari pengelola). Dengan demikian para pejalan kaki masih bisa nyaman menggunakan “HAK”nya atas trotoar.

Gimana Taman Mini bisa bersaing dengan obyek wisata yang lain, kalau hal sepele macam ini kurang diperhatikan. Tiket masuknya aja udah mahal, Rp. 9.000/orang tanpa melihat batasan umur, belum lagi bayar parkir yang berlapis-lapis, juga berbagai fasilitas (permainan) yang juga harus bayar (lagi) dan tidak murah. Percuma juga ganti Logo, ganti Slogan, ganti Tarif (makin mahal), tetapi layanan masih payah dan banyak berkurang (coba aja, mana itu mobil keliling gratis yang dulu jumlahnya puluhan ?).

Sudah ah, mo tidur dulu. Capek seharian keliling (dan dibuat kesel) Taman Mini !