29 Desember 2009

Film “Suster Keramas” : Belum Beredar, Kenapa Sudah Dicekal ?

Sungguh aneh – minimal itu yang ada di benakku – ketika Majelis Ulama Indonesia (MUI) Samarinda tiba-tiba mencekal sebuah film produksi Maxima Pictures, yang berjudul Suster Keramas. Aneh, karena sejatinya film yang disutradarai Helfi Kardit itu belum beredar di bioskop, dan memang (direncanakan) akan diputar serentak tanggal 31 Desember 2009 mendatang.

Alasan yang dimunculkan pun terkesan masih “meraba-raba” tentang isi film itu, karena hanya berdasar sinopsis dan trailler semata. Seperti yang diungkapkan KH. Zaini Naim – Ketua MUI Samarinda, kepada detikhot 29/12/2009 – Suster Keramas yang dibintangi artis porno Jepang Rin Sakuragi itu patut dicekal karena : 1) Judulnya “Suster Keramas”. Sedang keramas itu identik dengan mandi setelah bersetubuh. ; 2) Bintang filmnya, bintang film porno Jepang. ; 3) Dilihat dari sinopsisnya, ada adegan syur. ; 4) Dari sinopsisnya, tidak ada nilai pendidikan. ; 5) Sejak pembuatan awalnya sudah menuai kontroversi.

Padahal, Lembaga Sensor Film (LSF) dengan tegas sudah menyatakan bahwa salah satu adegan yang menjadi kontroversi – adegan perempuan bertelanjang dada (topless) – sudah disensor. Lagipula, film ini juga belum sepenuhnya selesai disensor, sehingga LSF menghimbau agar semua pihak untuk tidak khawatir berlebihan. Artinya, bagaimana sebuah film mau dicekal kalau belum menonton seluruhnya, apalagi film itu belum sepenuhnya keluar dari LSF ?

Mungkin, kalau mau dikritisi, justeru pilihan Rin Sakuragi sebagai bintang utama film inilah yang rawan menuai kontroversi. Karena Rin Sakuragi yang bertinggi badan 158 cm – kelahiran Hyogo, Jepang, 3 Maret 1989 – adalah salah satu artis andalan Gravure Idol, sebuah manajemen artis yang menaungi model yang berani berpose syur. Dan Rin sudah menjadi model majalah dewasa sejak umur 17 tahun, dengan “prestasi” tertinggi meraih posisi ke-2 bintang Japan Adult Video (JAV) paling favorit – mengalahkan Miyabi (Maria Ozawa) yang tidak masuk 10 besar – pada Oktober 2009 lalu.

Intinya, sudah semestinya diperlukan kejernihan – dan rasa bijaksana – dalam menyikapi segala sesuatu, terutama dari institusi yang mempunyai “pengaruh” besar pada umat. Karena dengan terlalu cepat memvonis, tanpa mendalami duduk perkara terlebih dahulu, yang dihasilkan justeru sebuah kontra-produktif dari kebaikan (yang diharapkan) itu sendiri.


sumber foto: detik.com



AddThis Feed Button