Tampilkan postingan dengan label Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tampilkan semua postingan

27 Juni 2008

Kuliah Wajib Anti Korupsi di Unversitas Paramadina

Universitas Paramadina Jakarta membuat terobosan baru untuk mencegah praktek korupsi di Indonesia. Lembaga pendidikan itu membuat kurikulum anti korupsi. Jadi, semua mahasiswa Universitas Paramadina wajib mengambil mata kuliah tersebut.

Kurikulum baru tersebut mulai berlaku pada bulan Juni 2008 ini. Mahasiswa, yang duduk di semester III ke atas, wajib mengambil mata kuliah tersebut, lantaran sudah mampu berfikir kritis terhadap kondisi social dan politik di masyarakat. Seperti dungkapkan Rektor Universitas Paramadina, Anies Baswedan, mata kuliah anti korupsi ini menjadi mata kuliah dasar umum (MKDU) universitas. Sehingga semua mahasiswa harus lulus mata kuliah ini.

Mata kuliah anti korupsi ini membahas definisi korupsi, kasus korupsi, serta penanganan masalah korupsi. Selain itu, Paramadina akan menggelar kuliah umum dengan mengundang Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun para praktisi yang bergelut di bidang pemberantasan korupsi.

Mahasiswa sesekali juga akan diajak mendatangi pengadilan anti korupsi untuk melihat proses peradilan para terdakwa korupsi. Mahasiswa juga akan mendapatkan tugas wajib untuk melakukan “investigasi” praktek korupsi di masyarakat.

25 Juni 2008

Menunggu Langkah KPK Mengambil Alih Kasus BLBI

Mencuatnya kasus rekaman pembicaraan Ayin dengan para jaksa, menurut banyak orang, menjadi bukti Kejaksaan Agung (Kejagung) tak lagi pantas menangani kasus korupsi, terkhusus kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Pakar hukum Denny Indrayana menyebut, secara sosial dan moral Kejagung sudah habis. Dan secara tata negara, kini hanya institusi independen yang bisa menangani kasus BLBI. Sebab, masih kata Denny, air (baca : uang hasil korupsi BLBI) sudah mengalir terlalu jauh.

Nah, saat ini satu-satunya institusi penegak hukum yang independen adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selama ini, perdebatan yang mengemuka bila KPK mengambil alih penyelidikan kasus BLBI adalah masalah waktu kejadian perkara yang terjadi sebelum adanya KPK.

Tapi, berkat Ayin, KPK bisa tangani kasus BLBI secara pidana. Pakar hukum pidana Romly Atmasasmita menunjuk Pasal 9 huruf d UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai jawabnya. KPK bisa mengambil alih penyidikan untuk menangani tindak pidana korupsi yang mengandung unsur korupsi. Faktanya, bisa dilihat di Kejagung, yang tinggal Jaksa Agung saja yang belum terlibat, kata Ramly.

Bahkan, masih menurut Ramly, ada 30 ahli hukum pidana yang sedang membuat kajian atas kelayakan KPK menangani kasus BLBI. Kajian ini akan rampung akhir Juni ini. Nantinya, kajian tersebut akan diserahkan kepada Presiden, Kejaksaan, dan KPK.

Ramly menyebut pertimbangan para ahli hukum pidana ini adalah banyaknya obligor BLBI yang tidak menunjukkan iktikad baik dan sengaja melawan hukum. Selain itu, upaya penyelesaian oleh pemerintah dengan berbagai perjanjian dan surat keterangan itu semuanya menguntungkan obligor. Makanya, kesimpulan Ramly, secara pidana KPK harus mengambil alih kasus BLBI. Nah, kini bola panas ada di KPK, mau apa tidak ?